TAFSIR WAKTU

Setiap hari, kita, manusia, selalu disibukkan oleh waktu. Takut terlambat; takut tidak kebagian; takut ketinggalan, yang kesemua itu berhubungan dengan waktu. Karena terlambat sedetik saja, misalnya, akan berakibat fatal atau setidaknya menuai kekecewaan. Begitu penting dan berharganya waktu bagi kita. Namun tidak sedikit dari kita yang menjadikan waktunya terbuang sia-sia, bahkan tidak tahu bahwa di sini, di dunia ini kita berada dalam dimensi ruang dan waktu, dan terikat oleh waktu dari pagi, siang, sore, malam, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua sampai kita meninggalkan dunia ini. Pernahkah kita berpikir dan merenung, seberapa banyak waktu kita gunakan dalam sehari? Berapa banyak kita biarkan berlalu sia-sia? Atau pernahkah kita introspeksi diri, dalam sehari berapa jam untuk bekerja? Berapa jam untuk berkumpul dengan keluarga? Berapa jam untuk istirahat? Berapa jam untuk belajar dan berdiskusi? Berapa jam untuk bermain? Dan yang tak kalah penting, berapa jam waktu kita gunakan untuk taqorrub (mendekatkan diri) kepada Sang Pencipta?

Sayangnya kita tidak sempat atau tidak menyempatkan diri untuk berpikir sejauh itu. Padahal kita tahu, “al-waqtu kas-sayf” waktu bagaikan sebilah pedang. Jika kita tidak mampu mengendalikan dan mengelola waktu dengan baik, maka kita sendiri yang akan “terbunuh” oleh waktu. Kesuksesan dan kegagalan kita, sedikit banyak tergantung pada waktu dan harus kita sadari bahwa kesuksesan butuh waktu sebab kesuksesan tidak datang secara tiba-tiba. Namun, sebagian dari kita malah ketakutan ketika dihadapkan pada jadwal yang harus ditempuh dan target yang harus dicapai. Bahkan tidak ada keberanian untuk membuat jadwal dan target dalam hidup ini.

Jadwal selalu berhubungan dengan waktu. Jadwal bukanlah ramalan, tetapi jadwal adalah guide untuk mengukur keberhasilan dan juga kegagalan dalam waktu dan target. berhasil dan gagal tidak akan terukur jika kita tidak membuat jadwal dan bobot target secara definitif. Beribu alasan dan berjuta-juta kesulitan selalu ada untuk tidak berani membuat jadwal dengan target dan waktu yang definitif. Takut membuat jadwal yang definitif sama dengan takut berhasil. Lantas, mengapa tidak berani membuat jadwal?

Salah satu alasan yang cukup bisa diterima, barangkali adalah kita punya kecenderungan untuk bermalas-malasan dan senang menunda-nunda waktu. Banyak waktu terbuang karena kita mempunyai kesenangan menggeser waktu ke belakang. Kita sering beranggapan bahwa di kemudian hari kita mempunyai waktu yang lebih longgar sehingga kita dapat mengerjakan dengan leluasa dan santai. Terkadang kita lupa memikirkan bahwa besok adalah bukan hari ini dan kemarin juga bukan hari ini. Jika suatu hal atau pekerjaan dapat kita lakukan hari ini, mengapa harus menunda sampai besok, seminggu lagi, sebulan lagi, satu tahun kemudian atau malah “kapan-kapan”. Menunda hal-hal yang sebenarnya dapat kita lakukan sekarang, berarti menunda waktu. Menunda waktu berarti juga menunda kesuksesan di waktu yang juga tidak menentu.

Demi malam, demi waktu subuh, demi waktu fajar, demi waktu dhuha, demi waktu siang dan demi waktu ashar yang sangat singkat, kita sebagai manusia – salah satunya – diminta untuk melakukan amal sholeh (perbuatan baik). Perbuatan baik yang dapat mengantarkan kita pada kesuksesan. Sukses di bidang akademik, sukses di bidang pekerjaan, sukses menata hidup dan kesuksesan-kesuksesan lainnya. Jika tidak bisa melakukannya, sungguh kita berada dalam posisi merugi. Sekali lagi harus kita sadari bahwa waktu sangat penting dan berarti bagi kita. Maka manfaatkanlah waktu itu sebaik dan seoptimal mungkin karena kita tidak pernah tahu, kapan dan di waktu yang mana kita akan mendapatkan kesuksesan. Wallahu a’lam.